Koruptor yang di Hukum Ringan Sepanjang Sejarah di Indonesia

Koruptor yang di Hukum Ringan Sepanjang Sejarah di Indonesia

Koruptor yang di Hukum Ringan Sepanjang Sejarah di Indonesia – INDONESIA Corruption Watch (ICW) melaporkan bahwa mahjong dalam rentang tahun 2021 terdapat 553 kasus korupsi yang ditangani penegak hukum. Dengan total tersangka 1.173 orang, potensi kerugian negara sebesar Rp29,438 triliun, potensi suap sekitar Rp212,5 miliar, dan nilai potensi pungutan liar sekitar Rp5,97 miliar. Dari berbagai kasus korupsi yang ditangani di Indonesia, beberapa di antaranya mendapat mendapat hukuman yang sangat ringan.  Ketua majelis hakim Liliek Prisbawono Adi menilai kelima terdakwa terbukti memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO), atau kewajiban penyediaan kebutuhan domestik komoditas sawit di pasar dalam negeri, sehingga menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga bahan baku minyak goreng di Tanah Air. Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, dijatuhi hukuman tertinggi yakni tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Dalam pertimbangan putusan, Liliek berpendapat bahwa Wisnu telah terbukti menyalahgunakan kewenangannya sehingga telah merugikan negara, seperti termaktub pada dakwaan subsider. Merujuk perhitungan Kejaksaan Agung, sambung Liliek, negara mengalami total kerugian mencapai Rp18,3 triliun, terdiri dari Rp6 triliun berupa kerugian keuangan negara dan sisanya kerugian ekonomi. Namun demikian dalam persidangan tidak dijabarkan bagaimana tindakan Wisnu dan keempat terdakwa lainnya berakibat pada kerugian negara hingga Rp18,3 triliun. Berikut deretan koruptor yang mendapat hukuman paling ringan.

Novi Harianti

Mantan Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri (BSM) Cimahi Novi Harianti menjadi terpidana kasus korupsi atas permohonan slot 88 kredit usaha rakyat (KUR) untuk 13 outlet My Salon yang diajukan Thomas Lie. Dalam kasus itu, Novi melakukan pencairan KUR hingga Rp6,5 miliar.

Ia divonis dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung. Vonis itu kemudian ditambah menjadi tiga tahun penjara denda Rp50 juta subsider dua bulan penjara oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Namun, Mahkamah Agung (MA) pada 9 Januari 2018 memotong vonisnya sebanyak dua tahun sehingga masa hukuman yang dijalani Novi hanya satu tahun penjara.

Jabiat Sagala

Jabiat Sagala yang merupakan mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Samosir terbukti bersalah atas kasus korupsi dana Covid-19. Jabiat Sagala tidak melakukan tindak pidana itu sediri. Terdapat tiga orang lain yang ikut terjerat kasus dan mendapatkan hukuman serupa.

Jabiat bersama ketiga rekannya terbukti slot 777 melanggar Pasal 3 ayat 1 junto Pasal 18 ayat 1 huruf b UU No. 31/1999 diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atas kejahatannya tersebut, Jabiat dijatuhi hukuman satu tahun penjara pada 18 Agustus 2022.

Heru Wahyudi

Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis Heru Wahyudi terjerat kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) sebanyak Rp31 miliar. Selama proses penanganan, Heru tidak bersifat kooperatif dan sering absen dalam panggilan pemeriksaan.

Atas kasus korupsi yang dilakukannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 31 Mei 2017 menjatuhkan Heru vonis satu tahun dan enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan penjara, serta uang pengganti sebesar Rp15 juta. Hukuman yang diberikan kepada mantan ketua DPRD Bengkalis itu jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yaitu delapan tahun enam bulan.

Engkos Kosasih

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pemprov Banten, Engkos Kosasih menjadi terdakwa atas kasus korupsi pengadaan 1.800 unit komputer untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer 2018 senilai Rp25,3 miliar. Majelis Pengadilan Pengadilan Tipikor Serang menjatuhkan hukuman 1 tahun 4 bulan dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara kepada Engkos Kosasih, pada 22 Agustus 2022.

Idrus Mahram

Idrus Mahram merupakan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar yang menjadi terpidana kasus suap pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 bersama Eni Maulani. Atas kejahatannya, Idrus divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta.

Idrus kemudian naik banding ke Pengadilan Tinggi DKI, namun hukumannya malah diperberat menjadi lima tahun penjara. Idrus lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan dikabulkan. Pada 2 Desember 2019, Majelis Hakim memotong hukuman Idrus Mahram yang semula lima tahun menjadi dua tahun penjara.

Exit mobile version